MUI Imbau Tetap Waspada Terhadap Khilafah dan Kekerasan
Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI KH Dr Ali M Abdillah MA mengimbau agar masyarakat mewaspdai ideologi Khilafah dan kekerasan yang selama ini diusung organsisasi ‘hitam’ ISIS di Suriah.
Menurutnya, ideologi itu sudah banyak menyebar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Belum lagi, para mantan pejuang ISIS yang pernah ‘berkhianat’ dari negerinya dengan bergabung dengan ISIS di Suriah, bisa pulang ke negara masing-masing.
“Ingat munculnya kelompok-kelompok radikal, baik Islam maupun non-Islam itu sesungguhnya by design (direncanakan). Jadi, itu tidak lahir begitu saja, tetapi ada skenario. Mereka memasukkan gagasan khilafah yang didesain begitu rupa dengan tujuan untuk mengacak-acak Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Selasa (2/4).
Meski ISIS telah di Suriah, namun, ideologi mereka yang sudah terlanjur menyebar harus diwaspadai. Artinya, masyarakat awam yang menjadi sasaran penyebaran ideologi itu perlu kita pagari.
Selama ini, penyebaran ideologi khilafah dan kekerasan memang sangat masif terutama yang menyasar pelajar sekolah umum dan mahasiswa perguruan tinggi umum, juga di lingkungan kantor dan lembaga. Intinya mereka sengaja menebar ‘virus’ khilafah dan kekerasan itu kepada orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang bagus.
Apalagi, di era media sosial saat ini, lanjut Kiai Ali, counter yang baik ialah dengan mengimbangi gerakan dan langkah kelompok radikal dengan menetralisir isu-isu yang dilempar di medsos dan langsung direspons secara argumentatif.
“Kalau mereka menggunakan dasar Alquran dan hadis, maka kita juga harus melakukan itu. Lalu kalau mereka menggunakan argumentasi sejarah, maka kita juga harus bisa menyampaikan itu. Kalau hanya menggunakan argumentasi rasional, maka kita juga harus bisa memainkan argumentasi rasional itu,” katanya.
Ketua Mahasiswa Ahlith Thariqah An-Nahdliyya DKI Jakarta ini menyebut, bahwa langkah-langkah itu penting. Contohnya, ia sudah banyak menemukan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah bertobat dan kembali menjadi warga negara yang baik.
“Mereka masuk HTI ada bai’atnya, maka kalau keluar juga harus dibaiat. Ini harus kita waspadai, meskipun HTI secara kelembagaan sudah dilarang pemerintah, tetapi ide dan gagasan khilafah masih mendominasi pikiran-pikiran mereka,” jelas Dosen Pascasarjana Universitas NU Indonesia ini.
Selain itu, kata dia, untuk membuat keseimbangan dalam menangkal paham kekerasan dan khilafah itu harus dilakukan secara bersama-sama, berjemaah, dan tidak usah malu-malu lagi. Pasalnya, penyebaran dan korban ajaran itu sudah banyak. Kalau kelompok mayoritas seperti Nahdlatul Ulama (NU) masih diam, maka akan banyak orang lagi yang menjadi korbannya.
Ia berharap lembaga formal dan nonformal serta organisasi kemasyarakatan harus bersama melakukan langkah strategis dalam dalam menangkal gagasan khilafah tersebut.
“Organisasi yang istiqamah dalam meng-counter gerakan khilafah itu adalah NU. Dari pusat sampai daerah, NU konsisten dengan perjuangan ini, termasuk badan otonomi dan lembaga-lembaga di bawahnya,” tegasnya.
Yang tak kalah pentingnya, yakni sinergi dengan pihak keamanan. Pasalnya, strategi khilafah itu banyak caranya. Salah satunya dengan memasukkan gagasan-gagasan khilafah ini melalui tokoh, seperti TNI, Polri, dan pejabat eksekutif. Strategi itu diyakini masih terus dilakukan sehingga harus ada pemetaan yang jelas, siapa yang menjadi korban.
Oleh karena itu, masyarakat harus menjauhi dan membentengi diri dari ideologi Khilafah karena tidak sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia.
No comments: