Eksistensi FPI Makin Panjang, Sejarah Indonesia Dan Pancasila Makin Pendek
Sepak terjang Front Pembela Islam sejak didirikan tahun 1998 di awal reformasi telah mencederai semangat reformasi yang dicita-citakan oleh para mahasiswa yang turun ke jalan untuk meruntuhkan kekuasaan diktator Presiden Suharto.
Reformasi sendiri menjadi harapan bagi masyarakat Indonesia akan adanya perubahan yang lebih baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejak awal FPI didirikan 17 Agustus 1998 mereka telah menyusupkan agenda terselubung untuk memaksakan kehendak mereka dan mencelakai konsensus nasional pendiri bangsa dengan kedok merah putih dan NKRI serta Pancasila itu sendiri.
Tujuan untuk merubah Pancasila sudah dinyatakan dengan tegas oleh FPI sejak awal didirikan dengan berdemonstrasi di Sidang Istimewa MPR RI 1998 agar mencabut Pancasila sebagai asas tunggal kehidupan berbangsa dan bernegara.
FPI adalah salah satu organisasi muslim yang hadir dengan memanfaatkan ruang gerak politik yang lebih luas setelah keruntuhan rezim Orde Baru Soeharto. Secara umum, setelah Reformasi 1998, Indonesia diwarnai maraknya perkembangan berbagai partai, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, dan lain sebagainya. FPI adalah salah satu kelompok yang turut menunggangi gelombang demokratisasi ini.
Rizieq Shihab yang diangkat menjadi Imam Besar FPI makin moncer dalam peta politik Indonesia saat turun langsung menunggangi pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019.
Semua orang tentu masih ingat dengan demonstrasi besar yang terjadi pada 4 November 2016 atau yang lebih dikenal dengan sebutan aksi 411 dan demonstrasi pada 2 Desember 2016 yang juga dikenal dengan aksi 212. Kedua aksi tersebut menunjukkan secara jelas kiprah FPI yang mampu menggerakan ratusan ribu orang, memutihkan dan melumpuhkan Jakarta
Sebuah riset terbaru yang dilakukan oleh Alvara Research Center bahkan menunjukkan bahwa FPI adalah ormas keagamaan ‘Top of Mind’ nomor 3 setelah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, bahkan kiprahnya sudah melampau ormas Islam yang lebih tua semisal Al-Wasliyah dan Persatuan Islam (Persis).
Kiprah ormas ini awalnya hanya dikenal lewat aksi-aksi razia di tempat makan dan tempat hiburan malam pada bulan puasa. Saat ini FPI telah terlibat dalam persoalan yang lebih besar, mulai dari soal dasar negara hingga kasus-kasus hukum.
Dengan kedok agama Amar Ma’ruf Nahi Munkar FPI telah menunjukkan eksistensi radikalnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. FPI Mempersoalkan Pancasila dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia juga telah menunjukkan jati diri asli dan tujuan FPI itu sendiri sejak awal yakni merubah bentuk dan kesepakatan pendiri bangsa yang justru mayoritas dari ulama-ulama.
Semakin terbukanya kedok FPI saat mulai menjalankan politik praktis tersebut akhirnya memaksa mereka kembali berlarung dalam kedok NKRI seperti mengusulkan bentuk NKRI Bersyariah. Alasan Syariah tentu hanya kedok semata dalam mengadu domba umat Islam demi tujuan jangka panjang mereka.
Berlarut-larutnya izin perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar di Kementerian Dalam Negeri ormas FPI juga karena FPI masih berusaha menyembunyikan agenda terselubungnya sehingga tidak mampu merumuskan AD/ART FPI yang final yang sesuai dengan ideologi bangsa dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sehingga ketika FPI tidak dapat untuk terus mematuhi peraturan perundang-undangan di Indonesia dan malah mendesak untuk merubah bentuk Negara Indonesia melalui polesan Gimmik NKRI Bersyariah dan sebagainya. Tentunya FPI tidak layak lagi berada di muka bumi Indonesia dan mendapatkan izin ormas sehingga dapat menerima bantuan sosial dari APBN maupun APBD dimana ormas tersebut berdomisili.
Penyalahgunaan uang rakyat Indonesia demi membiayai ormas radikal dan pendukung ideologi terorisme harus segera diakhiri agar ancaman proxy war ideologi transnasional yang telah mencabik-cabik negara lain di Timur Tengah tidak sampai di Indonesia !
No comments: